Selasa, 23 Agustus 2011

Aplikasi Psikologi Konseling

Posted by: Eko Susanto on: March 18, 2008

* In: referensi bk
* Comment!

A. Latar Belakang
Proses konseling merupakan suatu kegiatan pencarian data dari seseorang yang sedang mengalami masalah. Dalam pelaksanaan proses konseling terdapat langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang harus diperhatikan. Proses konseling dipandang berhasil apabila selama proses konseling terdapat perubahan pada klien. Maka konseling lebih menekankan pada proses dalam kurun waktu tertentu sebagai upaya meningkatkan kepercayaan dan hubungan antara klien dengan Konselor. Dalam proses konseling setiap tahapan tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan tetapi dapat berjalan tumpang tindih (fleksiblel).

B. Langkah-langkah Psikologi Konseling

1. Menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk kebutuhan akan bantuanMenyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk hubungan dengan klien sebagai upaya menjalin kedekatan. Melalui kegiatan ini diharapkan klien berkeinginan untuk dan semangat untuk menyelesaikan masalahnya. Proses ini juga akan memberikan gambaran tentang tujuan nya mengikuti konseling. Keseriusan dan kejujuran klien akan nampak, dan memberikan penjelasan serta pengertian agar klein menyadari perlunya bantuan untuk menyelesaikan masalahnya dank lien mau mengikuti proses konseling.

2. Membentuk hubungan
Membangun hubungan yang bercirikan kepercayaan, keyakinan, dengan didasari keterbukaandan kejujuran atas semua pernyataan klien dan Konselor dalam proses konseling. Pada proses ini diharapkan akan terjadi hubungan ketergantungan pada Konselor, yaitu bagaimana Konselor dapat dijadikan sebagai pribadi yang dijadikan contoh. Hal ini menyebabkan kepercayaan klien cukup besar terhadap koselor maka bantuan akan mudah diberikan. Tehnik yang biasa digunakan adalah keterampilan mendengarkan, dan memantulkan perasaan.

3. Menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan
Mendiskusikan tujuan kepada klien adalah hal penting yang harus dilakukan. Untuk mencari kejelasan, maksud dan tujuan konseling, diantaranya :
a. Adanya perubahan pada diri klien secara fisik maupun psikis, tindakan atau perasaan.
b. Terbentuknya perasaan diterima dan dipercaya adanya masalah dalam dirinya.
c. Terciptanya pemahaman dan pengertian klien terhadap masalahnya.
d. Mampu menyelesaikan dan mengatasi masalahnya dan masaah yang akan datang.

4.Menangani masalah
Pada langkah ini Konselor berusaha untuk dapat menentukan masalah mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu dan mana masalah-masalah yang harus ditinggalkan. Konselor mengarahkan klien pada masalah yang menjadi prioritas utama.

5. Menumbuhkan kesadaran
Manumbuhkan kesadaran klien agar klien benar-benar memahami apa yang sedang dialami dan apa yang harus dikerjakan dalam menyelesaikan masalahnya. Dalam menumbuhkan kesadaran klien Konselor berusaha mengarahkan klien mencapai apa yang disebut insight atau understanding.

6. Merencanakan cara bertindak
Kesulitan selanjutnya adalah mengambil satu tindakan atau keputusan penyelesaian masalah. Biasanya klien merasa kebingungan dan rasa keraguan, maka Konselor memberikan pilihan dan mengajak klien untuk merencanakan dan melakukan tindakan dari hasil insight.

7. Menilai hasil dan mengakhiri konseling
Dari setiap langkah perlu diperhatikan sejauh mana tujuan konseling yang telah didapat. Keputusan untuk mengakhiri konseling adalah usaha bersama antara klien dan Konselor. Walaupun Konselor sebagai penentu proses konseling tapi bukan berarti mengakhiri konseling sesuka hati menghantikan konseling tanpa persetujuan klien.

BAB II TAHAPAN KONSELING

A. Tahapan Awal
Tahap awal merupakan upaya untuk menjalin hubungan baik antara Konselor dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling. Diharapkan dapat memberikan arahan konseling secara tepat. Dalam tahap awal ada dua langkah yang harus diperhatikan. Dalam membina hubungan baik antara Konselor dengan klien, adanya rasa percaya antara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Klien percaya dan menerima Konselor untuk membantu masalah yang dihadapi, klien mengungkakan masalahnya dengan terbuka, Konselor menerima bahwa masalah klien bear-benar terjadi dan memberi bantuan dengan cara menciptakan rapport atau menggunakan teknik konseling lain.

Batasan yang diberikan maksudnya Konselor berusaha mengarahkan masalah yang terjadi pada klien seperti dari beberapa masalah yang dialami Konselor coba memberikan proiritas pada masalah yang paling penting untuk diselesaikan.

B.Tahapan Inti

1. Eksplorasi kondisi klien
Usaha Konselor mengkondisikan keadaan klien dalam konseling, atau berusaha mengadakan perubahan pada tingkah laku dan perasaan klien.

2. Identifikasi masalah dan penyebabnya
Mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah .
Identifikasi alternative pemecahan
Memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah diharapkan klien sendiri yang memilih.

3. Pengujian dan penetapan alternative pemecahan
Meminta klien untuk merealisasikan dari pilihan / keputusan yang diambil.
Evaluasi alternative pemecahan
Meninjau kembali pengujian alternative pamecahan masalah serta hasil pemecahan masalah.

4. Implementasi alternative pemecahan
Menganjurkan untuk mengerjakan dari salah satu pemecahan masalah yang telah berhasil.

C. Tahap Akhir
Tahap ini memberikan penilaian terhadap keefektifan proses bantuan konseling yang telah dilakukan.
1. Analisis
Analisis adalah tahap pengumpulan data atau informasi tentang diri klien dan lingkunganya, untuk lebih mengerti terhadap keadaan klien. Mulai dari fisik dan psikis, keluarga, teman sebaya, nilai-nilai yang dianut serta aktivitas klien dengan data pendukung yang didapat dari berbagai sumber.

2. Sintesis
Sintesis merupakan tahapan untuk merangkum dan mengorganisasikan data hasil tahap analisis, sehingga dapat memberikan gambaran diri klien yang terdiri dari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki, serta kemampuan dan ketidakmampuannya menyesuaikan diri. Dirumuskan secara spesifik, singkat dan padat juga sebagai diagnosis awal.

3. Diagnosis
Diagnosis merupakan tahapan untuk menetapkan hakikat masalah yang dihadapi klien beserta sebab-sebabnya dengan membuat perkiraan atau dugaan, kemungkinan yang akan dihadapi klien berkaitan dengan masalahnya. Ada beberapa tahapan dalam diagnosis yaitu :
A. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan upaya menentukan hakikat masalah yang dihadapi oleh klien. Penentuan ini dapat menggunakan klasifikasi masalah sebagai berikut :
Klasifikasi masalah menurut Bordin a. Ketergantungan pada orang lain (dependence) b. Kurang menguasai keterampilan (lack of skill) c. Konflik diri (self conflict) d. Kecemasan menentukan pilihan (choice anxiety) e. Masalah yang tidak dapat diklasifikasikan (no problem) Klasifikasi masalah menurut Pepinsky a. Kurang percaya diri (lack of assurance) b. Kurang informasi (lack of information) c. Kurang menguasai keterampilan yang diperlukan(lack of skill) d. Bergantungan pada orang lain (dependence) e. Konflik diri (self conflict)

Dalam identifikasi masalah kita berusaha memahami apa yang dialami klien dan mencari kesulitan masalah yang dihadapi klien. Diagnosa mengambil kesimpulan untuk menentukan derita klien atau yang dirasakan klien. Dengan klasifikasi masalah dalam disgnosis sebagai berikut :
Faktor ketidakpercayaan diri
Ketergantungan pada oranglain, ketidaktahuan potensi yang ada, sulit mengambil keputusan, kurang informasi.
Faktor depresi atau konflik diri
Kecemasan(anxiety), gangguan pikiran, gangguan perasaan,dan gangguan tingkah laku.
Faktor miskomunikasi atau misunderstanding
Kurang informasi, kurang tanggap, kurang peka terhadap lingkungan, atau kurang perhtian, mementingkan diri sendiri.

B. Penemuan sebab-sebab masalah (etiologi)
Langkah ini merupakan upaya penentuan dari sumber penyebab timbulnya masalah. Yakni diantaranya mencari hubungan antara masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Dengan melihat hasil identifikasi masalah dapat timbul dari dalam diri dan luar diri klien. Penyebab yang berasal dari diri klien antara lain; gangguan kesehatan, kebiasaan-kebiasaan buruk, sikap negatif, kurangnya informasi, kemampuan intelektual yang rendah dan lain-lain. Penyebab yang berasal dari luar diri klien antara lain; sikap orang tua/guru yang tidak menunjang perkembangan klien, lingkungan rumah/sekolah yang tidak sesuai dengan karakteristik klen, dan dukungan sosial ekonomi yang kurang menunjang, serta masyarakat yang tidak kondusif.

C. Prognosis
Langkah ini merupakan usaha memprediksi apa yang akan terjadi pada diri klien pada kemudian hari dengan memperhatikan masalah yang dialami klien. Dengan memberikan informasi berkaitan dengan prediksi yang dilakukan pada proses diagnosis klien dapat melakukan tindakan sebagai usaha penyelesaian masalahnya.

D. Konseling / treatment (perlakuan)
Konseling merupakan proses tatap muka antara klien dengan konselor sebagai usaha pemberian bantuan yang dilakukan secara komunikasi verbal. Dengan tujuan agar klien memiliki kepercayaan dan dapat melakukan penyesuaian dirin dengan optimal terhadap lingkungan kehidupannya.

Bentuk bantuannya dalam bentuk sebagai berikut :
1. Identifikasi alternatif masalah
Usaha membuta beberapa pilihan pemecahan masalah berdasarkan hasil diagnosis dan sintesis baik untuk masalah yang berasal dari dalam diriklien atau masalah yang ber asal dari luar diri klien.

2. Pengujian dan pemilihan alternatif pemecahan masalah
Merupakan tindakan yang kan memperjelas altenatif mana yang akan dilakukan sebagai pemecahan masalah.
Melaksanakan pemecahan masalah terpilih
Setelah pemecahan masalah dipilih maka konselor membantu klien dan menetapkan kapan akan direlisasikan. Pemecahan masalah tentu akan melibatkan klien, konselor dan pihak terkait lain. Tujuan konselor memberikan tugas ini adalah :
· Mengadakan perubahan pada lingkungan klien yang tidak menunjang perkembangannya.
· Mengubah sikap negatif klien baik terhadap dirinya dan lingkungannya sehingga klien tidak mengalami masalah.
· Membantu klien menemukan lingkungan yang sesuai dengan dirinya.
· Membantu klien memperoleh keterampilan dan persyaratan yang diperlukan sehinggan masalah dapat diatasi.
· Membantu klien menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi.

3. Tindak lanjut (follow up)
Tindak lanjut berguna untuk melihat sejauh mana keberhasilan pemberian bantuan melalui proses konseling yang telah berlangsung. Juga sebagai upaya pemeliharaan yang dikembangkan oleh klien untuk mampu mengatasi masalahnya.

KESIMPULAN

Setiap upaya yang dilakukan dalan psikologi konseling tidak lain sebagai upaya membantu klien untuk memahami dirinya dan lingkungannya agar dapat melakukan penyesuaian dengan optimal. Setelah dilakukannya Proses konseling diharapkan setiap konflik yang terjadi dapat diatasi sendiri oleh klien. Dengan menggunakan segala kelebihan atau potensi yang ada pada diri klien. Seorang hanya mengarahkan dan membantu mencari pilihan pemecahan masalah yang dialami oleh klien bukan menginterfensi diri klien.

KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

PENDAHULUAN
Bimbingan dan koseling dapat diartikan dalam berbagai cara, ada pendapat yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling memiliki pengertian sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya (Shertzer dan Stone, 1981). Pengertian ini mengandung sejumlah pokok pikiran yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Proses, yaitu menunjuk pada gejala, bahwa sesuatu berubah-ubah secara berangsur-angsur dalam kurun waktu tertentu. Karenanya bimbingan konseling itu bukanlah suatu peristiwa yang terjadi sekali atau sesaat saja.melainkan mencakup sejumlah tahap yang secara berantai membawa kita kepada tujuan yang ingin dicapai.
Membantu, yaitu suatu kata yang memiliki arti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia, seperti yang dilakukan oleh seorang profesional dibidang psikiatri, psikologi dan konseling. C. Orang-perorangan, yaitu menunjuk pada individu- individu tertentu yang dibantu. Mengingat kenyataan bahwa bimbingandan konseling di Indonesia, seperti dibanyak negara yang lainnya, terutama diberikan kepada siswa-siswa di sekolah atau mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi, maka individu-individu yang dimaksud disini adalah siswa atau mahasiswa yang terdaftar disuatu institusi pendidikan. Mereka harus menhadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang biasanya timbul selama tahun- tahun perkembangan menuju kedewasaan. Tantangan dan kesulitan itu dapat mereka hayati sebagai masalah yang harus mereka atasi, agar tahap perkembangan selanjutnya dapat berjalan dengan lancar.
d. Memahami diri, berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan selama hidupnya. e. Lingkungan hidup, hal ini berarti mencakup segala-galanya yang menjadi ruang lingkup kehidupan, baik alam disekelilingnya maupun manusia-manusia lain yang berperanan dalam hidupnya. Ini semua harus ditangkap maknanyadan peranannya dalam kehidupan seseorang, baik itu yang menunjang perkembangan individu maupun yang mengahambat perkembangan itu.
Pelayanan bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia sampai saat ini masih terfokus pada generasi muda yang masih duduk dibangku pendidikan formal atau di sekolah. itupun nampaknya yang paling terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah dan perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling profesional yang telah mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling, bertugas dilembaga-lembaga pendidikan di atas jenjang pendidikan dasar. Diantara tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar terlibat didalam jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diwujudkan dalam suatu program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini lebih banyak dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga seakan-akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga profesional dijenjang pendidikan tinggi menempati urutan ke dua dan kegiatan bimbingan konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar menempati urutan ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus berarti bahwa, urutan prioritas yang terdapat dilapangan, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dapat diubah menjadi urutan prioritas yang berbeda.
Tetapi apakah untuk masa yang akan datang urutan prioritas itu harus atau tetap dapat dipertahankan? ada beberapa alasan yang dapat dikemukan untuk hal ini, diantaranya ; siswa di sekolah menengah telah menjadi peserta didik yang lebih berperanan sendiri dalam menentukan masa depan, dengan memilih program studi tertentu di sekolah sebagai jalur yang menuju keprogram studi yang selaras di perguruan tinggi. Siswa di sekolah menengah telah lebih mengerti terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan negara di zaman modern ini. dan lebih siap untuk berpartisipasi sbegai manusia pembangunan dalam pengembangan bangsanya, dibanding dengan siswa yang masih duduk dibangku sekolah dasar; siswa di sekolah menengah mulai sadar akan dirinya sendiri dan mulai mengalami banyak tantangan yang menyangkut dirinya sendiri. Siswa-siswa yang berada ditingkat atau jenjang pendidikan menengah terentang diantara remaja yang berusia kurang lebih 13 tahun sampai dengan usia 19 tahun. Pada batas usia begitu biasanya anak digolongkan dalam masa remaja; dengan demikian para ahli psikologi dan pendidikan mempunyai alasan yang wajar kalau menekankan bahwa penyelesaian masalah-masalah yang lazimnya timbul pada masa remaja mempunyai dampak besar terhadap kebahagiaan pada masa usia dewasa. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling disekolah terhadap kaum remaja yang masih bersekolah dapat menciptakan kesempatan yang luas untuk mendampingi mereka dalam perkembangannya, agar perkembangan itu dapat berlangsung secara optimal.
Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap mahasiswa yang sudah duduk dibangku kuliah pada suatu perguruan tinggi, atas dasar kenyataan yang nampak dilapangan, sampai saat ini masih tetap menempati urutan kedua, meskipun ditahun-tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang cukup berarti. Oleh karena itu investasi dana dan tenaga ditahun-tahun kedepan masih akan terpusat pada pelayanan bimbingan dan konseling dijenjang pendidikan menengah, tetapi hal itu tidak mengindikasikan bahwa pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi harus dibiarkan berjalan apa adanya atau menurut situasi dan kondisi saja.
Masa pendidikan dijenjang perguruan tinggi merupakan lanjutan dari masa pendidikan dijenjang pendidikan menengah, dan hasil-hasil yang diperoleh selama beberapa tahun disekolah menengah harus dibulatkan melalui pendidikan diperguruan tinggi, meskipun tidak semua lulusan sekolah menengah akan melanjutkan kejenjang perguruan tinggi. Bagi mereka yang sampai di perguruan tinggi tetap membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, hal ini disebabkan bahwa tantangan dan hambatan ataupun kesulitan yang mereka alami selama bertahun-tahun di perguruan tinggi banyak atau tidak sedikit. Selain itu dari kalangan mahasiswa inilah nanti diharapkan harus lahir atau datang pemimpin-pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan untuk memimpin usaha-usaha pembangunan negara ini dimasa yang akan datang. Kegagalan studi dan dan hambatan yang serius dalam perkembangan kepribadian mahasiswa akan membawa dampak negatif, baik bagi mahasiswa itu sendiri, maupun bagi bangsa dan negara.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan di atas, maka dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang berada di sekolah menengah maupun mahasiswa yang sedang menimba bebagai macam ilmu di perguruan tinggi perlu kira mendapatkan perhatian yang memadai. dengan berlandaskan pada proses pelaksanaan kegiatan dan definisi ataupun pengertian bimbingan dan konseling yang telah di uraikan di atas, dapat di identifikasi 4 (empat) masalah yang mempunyai relevansi terkait dengan ruang lingkup kehidupan siswa dan mahasiswa saat ini, yaitu; (1). Dunia nasional maupun internasional serta ruang gerak kehidupan mereka, (2). Alam pikiran dan perasaan mereka pada saat ini; (3). Bidang pendidikan sekolah yang mmengisi sebagian besar dari waktu mereka setiap harinya dan (4). Kode etik profesi Bimbingan dan konseling, agar para pelaksana bimbingan dan konseling dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, serta bertanggung jawa atas segala tindakannya.
II. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Semua lembaga pendidikan sekolah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional bangsa dan usaha-usaha pembangunan nasional. Cita-cita nasional, seperti tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai cita-cita itu, dilaksanakanlah pembangunan nasional yang merupakan rangkaian program-program kegiatan di segala bidang yang berlangsung secara terus menerus. Hakekat pembangunan nasional itu ialah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan dibidang pendidikan jelaslah merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional itu. Dalam garis besar haluan negara tahun 1983 dan 1988, ditetapkan pula bahwa pendidikan nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusi pembangunan yang mampu membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Perumusan tujjuan pendidikan nasional ini bersifat umum dan mencakup semua jenjang serta jenis pendidikan sekolah. Setiap jenjang dan jenis sekolah memiliki tujuan institusional masing-masing, yang pada hakekatnya merupakan konkretisasi dari tujuan pendidikan nasional dan menargetkan perkembangan optimal dari anak didik. Untuk mencapai perkembangan optimal dari anak didik atau peserta didik, sesuai dengan tujuan institusional, lembaga pendidikan pada dasarnya membina tiga usaha pokok, yakni ; a. Pengelolaan administrasi sekolah. b. Pengembangan pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan melalui program kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler.
c. Pelayanan khusus kepada siswa dalam berbagai bidang yang membulatkan pendidikan siswa dan atau menunjang kesejahteraan siswa, seperti pengelolaan kegiatan ekstrakulikuler, pengadaan koperasi sekolah, pengadaan warung sekolah, pelayanan kesehatan, pelayanan perumahan, pengadaan perpustakaan sekolah, pelayanan kerohanian, pembinaan OSIS, dan pelayanan bimbingan. Bentuk-bentuk pelayanan khusus ini tercakup dalam istilah pembinaan siswa.
Pembinaan ketiga hal pokok diatas, hendaknya dilakukan dengan mengikuti kaedah fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah. Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah : a. Fungsi pemahaman, yaitu membantu peserta didik didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, individu diharapkan mampu mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan kontruktif. b. Fungsi preventif, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat- obat terlarang, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
c. Fungsi pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel sekolah lainnya bekerjasama merumuskan dan melaksakanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata. D. Fungsi (penyembuhan). Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri- ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerjasama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. f. Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidkian khusunya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (peserta didik). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai individu. Pembimbing atau konselor dapat membantu guru/dosen dalam memperlakukan individu secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi perkuliahan, memilih metode dan proses perkuliahan, maupun mengadaptasikan bahan perkuliahan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan individu. g. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membatu individu (peserta didik) agar dapat menyesuiakan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
III. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
Adapun prinsip-prinsip bimbingan dan konseling itu terdiri dari beberapa prindip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bimbingan dan konseling, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut :
1. Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu (guidance is for allindividuals). Prinsip ini berarti bahwa bimbingan dan konseling diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja maun orang dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif), dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan dan konseling individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah individu, meskipunlayanan bimbingan konselingnya menggunakan teknik kelompok. 3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada individu yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan dan konseling, karena bimbingan dan konseling dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan dan konseling sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksessan, karena bimbingan dan konseling merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan merupakan usaha bersama. Bimbingan dan konseling bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah. Mereka sebagai teamwork yang terlibat dalam proses bimbingan dan konseling. 5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan dan konseling mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasehat kepada individu, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan individu diarahkan oleh tujuannya, sedangkan bimbingan dan konseling memfasilitasi individu untuk mempertimbang- kan, menyesuaikan diri dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan (Jones, 1970). Tujuan utama pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah mengembangkan kemampuan individu untuk mengatasi masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian layanan bimbingan dan konseling tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga dalam lingkungan keluarga, perusahaan atau industri, lembaga-lembaga pemerintah atau swasta dan masyarakat pada umumnya. Bidang layanan bimbingan dan konselingpun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan dan pekerjaan. Petters dan Farwell mencatat 18 prinsip khusus bimbingan dan konseling di lingkungan sekolah, yaitu sebagai berikut : 1. Bimbingan dan konseling ditujukan bagi semua siswa. 2. Bimbingan dan konseling membantu perkembangan siswa kearah kematangan. 3. Bimbingan dan konseling merupakan proses layanan bantuan kepada siswa yang berkelanjutan dan terintegrasi.
4. Bimbingan dan konseling menekankan berkembangnya potensi siswa secara maksimum. 5. Guru merupakan co fungsionaris dalam proses bimbingan dan konseling. 6. Konselor merupakan co fungsionaris utama dalam proses bimbingan dan konseling. 7. Administrator merupakan co fungsionaris yang mendukung kelancaran proses bimbingan dan konseling. 8. Bimbingan dan konseling bertanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran siswa akan lingkungan (dunia diluar dirinya) dan mempelajarinya secara efektif. 9. Untuk mengimplementasikan berbagai konsep Bimbingan dan konseling diperlukan program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dengan melibatkan pihak administrator, guru dan konselor.
10.Bimbingan dan konseling membantu siswa untuk mengenal, memahami, menerima dan mengembangkan dirinya sendiri. 11.Bimbingan dan konseling berorientasi kepada tujuan. 12.Bimbingan dan konseling menekankan kepada pengambilan keputusan. 13.Bimbingan dan konseling berorientasi masa depan. 14.Bimbingan dan konseling melakukan penilaian secara periodik terhadap perkembangan siswa sebagai seorang pribadi yang utuh. 15.Bimbingan dan konseling cenderung membantu perkembangan siswa secara langsung. 16.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada individu dalam kaitannya dengan perubahan kehidupan sosial budaya yang terjadi. 17.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada pengembangan kekuatan pribadi. 18.Bimbingan dan konseling difokuskan kepada proses pemberian dorongan.
III. KODE ETIK PROFESI KONSELOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar
Landasan atau dasar Kode Etik Profesi Konselor di Indonesia adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konselor merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia yang bersifat ilmiah dan essensial dalam rangka ikut membina warga negara yang efektif dan bertanggung jawab, dan tuntutan (b)tuntutan profesi mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien esuai dengan norma-norma yang berlaku.
B. Ciri-Ciri Suatu Profesi
Suatu profesi ialah pekerjaan yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan, keterampilan, dan sikap khusus tertentu dan pekerjaan itu diakui oleh masyarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang tersebut. Selanjtnya, keanggotaan dalam profesi menuntut keikutsertaan secara aktif dalam ikatan kegiatan profesi melalui berbagai penelitian dan percobaan, serta usaha-usaha lain untuk pertumbuhan diri dalam profesi selama hidup tanpa mencari keuntu7ngan pribadi.
C. Pengertian Kode Etik Profesi
Kode etik Profesi adalah pola atau ketentuan atau aturan atau tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola ketentuan/aturan/tata cara tersebut seharusnya diikuti oleh setia orang yang berkeinginan untuk ikut serta menjalankan profesi tersebut.
D. Perlunya Kode Etik Profesi
Kode etik profesi diperlukan agar anggota profesi atau konselor dapat tetap menjaga standar mutu dan status profesinya dalam batas-batas yang jelas dengan anggota profesi dan profesi-profesi lainnya, sehingga dapat dihindarkan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan tugas oleh mereka yang tidak langsung berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling. Kode etik konselor ini diperuntukkan bagi para pembimbing atau konselor yang memberikan layanan bimbingan dan konseling , dengan pengertian bahwa layanan bimbingan konseling dapat dibedakan dari bentuk-bentuk layanan profesional lainnya, karena sifat-sifat khas dari layanan profesional bimbingan dan konseling. Profesional lain, yang bukan konselor, mungkin dapat mengambil ilham dari keyakinan-keyakinan yang menjiwai Kode Etik ini.
BAB II KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
Konselor yang tergabung dalam Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi konseling, dan (2) Pengakuan atas kemampuan, dan kewenangan sebagai konselor.
1. Sikap, Pengetahuan, Wawasan, Keterampilan, dan Nilai, a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya layanan mutu profesional. b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhananya, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib, dan hormat. C. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran dan peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini. d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin; kepentingan pribadi; termasuk keuntungan financial dan material tidak diutamakan. e. Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan tas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2. Pengakuan Wewenang Untuk dapat bekerja sebagai konselor atau guru pembimbing, diperlukan pengakuan keahlian dan kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepada organisasi profesi tersebut oleh pemerintah.
B. Informasi, testing, dan riset
1. Penyimpanan dan penggunaan informasi

Catatan tentang klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lainnya, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien dirahasiakan.
Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi yang lain, membutuhkan persetujuan klien.
Penggunaan informasi tentang klien dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
2. Testing a. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud. b. Testing diperlukan apabila proses pemberian layanan memerlukan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, minat, bakat khusus dan kecendrungan pribadi seseorang . c. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh baik melalui klien sendiri ataupun dari sunber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf dengan data dan informasi lain tentang klien. e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya. f. Penggunaan suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan. g. Data hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan atau layanan kepada klien dan tidak merugikan klien.
3. Riset a. Dalam melakukan riset, dimana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subjek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subjek yang bersangkutan. b. Dalam melaporkan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subjek, harus dijaga agar identitas subjek dirahasiakan.
C. Proses Layanan
1. Hubungan dalam pemberian layanan
Kewajiban konselor haru menangani klien berlangsung selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor. Kewajiban itu berakhir jika hubungan konseling berakhir dalam arti, klien mengakhiri hubungan kerja dengan konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor .
Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil yang kongkret. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.
2. Hubungan dan klien a. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien. b. Konselor harus menempatkan kepentingan, kliennya diatas kepentingan pribadinya. Demikian pun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya. c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor harus tidak mengadakan perbedaan klien tas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial ekonomi. d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak akan mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin diri orang yang bersangkutan.
e. Konselor bebas memilih siapa yang akan diberi bantuan kepada seseorang, akan tetapi ia harus memperhatikan setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banyak orang yang menghendaki. f. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya tau orang yang bertanggung jawab kepadanya. g. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab terhadap klien. h. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan dan rekan-rekan sejawat. 1. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan adalah kepentingan klien.
2 Apabila timbul masalah antara kesetiaan antara klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah ia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya. i. Konselor tidak akan memberikan hubungan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, apabila hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
D. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan Sejawat atau ahli lain.
1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawat se lingkungan seprofesi. Untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari klien.
2. Alih tangan tugas Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seseorang klien apabila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan keahlian maupun keterbatasan pribadinya. Dalam hal ini konselor mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus dasar persetujuan klien. Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai keahlian khusus. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak pergi kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan yang sudah ada mau diteruskan lagi.

Perjalanan Jauh Bimbingan dan Konseling sebagai Sebuah Profesi

oleh : Akhmad Sudrajat

Perjalanan Jauh Bimbingan dan Konseling sebagai ProfesiKehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.

Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak yang terlibat dengan profesi bimbingan dan konseling.

Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Sayangnya, teori-teori itu pun sepertinya tersimpan rapih dalam gudang perguruan tinggi yang sulit diakses oleh para konselor di lapangan. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.

Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah“pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa. Menurut pandangan penulis, setidaknya terdapat dua faktor dominan yang diduga menghambat terhadap laju perkembangan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia , yaitu :

1. Kelangkaan Tenaga Konselor

Tenaga konselor yang berlatar bimbingan dan konseling memang masih belum memenuhi kebutuhan di lapangan. Selama ini masih banyak sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa didukung oleh tenaga konselor profesional dalam jumlah yang memadai. Sehingga, tenaga bimbingan dan konseling terpaksa banyak direkrut dari non bimbingan dan konseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja bimbingan dan konseling itu sendiri, baik secara personal maupun lembaga.

Meminjam bahasa ekonomi, kelangkaan ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara demand dan supply. Tingkat produktivitas dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan penghasil tenaga konselor tampaknya relatif masih terbatas jumlahnya dan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Demikian pula dalam distribusinya relatif tidak merata. Contoh kasus, di beberapa daerah ketika melakukan rekrutment untuk tenaga konselor dalam testing Calon Pegawai Negeri Sipil ternyata tidak terisi, bukan dikarenakan tidak ada peminatnya, tetapi memang tidak ada orangya ! Boleh jadi ini merupakan dampak langsung dari otonomi daerah, dimana kewenangan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil diserahkan kepada daerah, dan tidak semua daerah mampu menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya kebutuhan tenaga konselor di daerahnya.

Oleh karena itu, ke depannya perlu dipikirkan bagaimana Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan pencetak tenaga konselor untuk dapat memproduksi lulusannya, dengan memperhitungkan segi kuantitas, kualitas dan distribusinya., sehingga kelangkaan tenaga konselor dapat segera diatasi.

2. Kebijakan Pemerintah yang kurang berpihak terhadap profesi bimbingan dan konseling

Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang profesi bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Contoh kasus terbaru, ketika digulirkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini sama sekali belum memberikan kejelasan tentang bagaimana bimbingan dan konseling seharusnya dilaksanakan. Dalam dokumen KTSP, kita hanya menemukan secuil informasi yang membingungkan tentang bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan kegiatan Pengembangan Diri.

Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan pengawas satuan pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Tentunya masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan di lapangan, baik yang bersifat konseptual-fundamental maupun teknis operasionalnya.

Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling pada tataran pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan mikro), termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah. Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang optimal, maka kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah-satunya adalah ketidakjelasan dalam kebijakan pemerintah terhadap profesi bimbingan dan konseling.

Jika ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya perlu ada komitmen dan good will dari pemerintah untuk secepatnya menata profesi bimbingan dan konseling, salah satunya dengan berupaya melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang menaungi para konselor dan para pakar bimbingan dan konseling untuk duduk bersama merumuskan bagaimana sebaiknya kebijakan bimbingan dan konseling untuk hari ini dan ke depannya. Walaupun dalam hal ini mungkin akan terjadi tawar-menawar yang cukup alot di dalamnya, tetapi keputusan yang terbaik demi kemajuan profesi bimbingan dan konseling tetap harus segeradiambil. !

Dengan teratasinya kelangkaan tenaga konselor dan keberhasilan upaya pemerintah dalam menata profesi bimbingan dan konseling, niscaya pada gilirannya akan memberikan dampak bagi perkembangan konseling ke depannya, sehingga profesi konseling bisa tumbuh dan berkembang menjadi sebuah profesi yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan kemajuan negeri ini. Jika tidak, maka profesi bimbingan dan konseling tetap saja dalam posisi termarjinalkan.

PROFESI BK

Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi

Posted by chekie on 13 Juni 2010 · 4 Komentar

Oleh :

Zulkifli Paputungan

Yurniati Bulota

A. PROFESI

1. Pengertian

Istilah ‘profesi” memang selalu menyangkut pkerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.

“Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.

2. Ciri-ciri Profesi

Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan, dapat disimpulkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut:

1. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama.
6. Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi.
7. Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihan yanng dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud.
8. Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9. Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan; setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu.
10. Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.

1. B. PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu dikembangkan, bahkan diperjuangkan.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standardisasi untuk kerja profesional konselor, (b) standardisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) stratifikasi dan lisensi, dan (e) pengembangan organisasi profesi.

1. 1. Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor

Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI, pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada pemecahan masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan menuntut adanyaunjuk kerja profesional tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di Padang itu dapat dilihat pada lampiran.

Walaupun rumusan butir-butir (sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu.

1. 2. Standardisasi Penyiapan Konselor

Tujuan penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan ketrampian yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatn konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.

Seleksi/Penerimaan Peserta didik

Seleksi atau pemilihan calon peserta didik merupakan tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam upaya pemerolehan calon konselor yang diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula? Komisi tugas, standar, dan kualifikasi konselor Amerika Serikat (Dalam Mortensen & Schmuller, 1976) mengemukakan syarat-syarat pribadi yang harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut: Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik (calon) konselor dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang memadai. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui pendidikankhusus. Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap dan ketrampilan konselor yang (akan) ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuiakan dengan berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat pendidikan, dan tahap perkembangan anak.

1. C. HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN DALAM PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
2. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum: (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya; (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya; (d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya; (e) toleran terhadap permsalahan konseli, dan (f) bersikap demokratis
3. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
4. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling; (b) menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya; (c) mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran; (d) menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
5. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan: (a) menguasai esensi bimbingan dan onseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal; (b) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus; dan (c) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah.
6. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling: (a) memahami berbagai jenis dan metode penelitian; (b) mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling; (c) melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling; (d) memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling.
7. Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling: (a) mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling; (b) mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling; (c) mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling; (d) mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja; (e) mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling; dan (f) Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.

1. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan
1. Merancang program bimbingan dan konseling: (a) menganalisis kebutuhan konseli; (b) menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan; (c) menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling; dan (d) merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling.
2. Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif: (a) Melaksanakan program bimbingan dan konseling: (b) melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling; (c) memfasilitasi perkembangan, akademik, karier, personal, dan sosial konseli; dan (d) mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling.
3. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling: (a) melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling; (b) melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling; (c) menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait; (d) menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling.
4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja: (a) memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah di tempat bekerja; (b) mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja; dan (c) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja seperti guru, orang tua, tenaga administrasi).
5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling: (a) Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi; (b) menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling; dan (c) aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi.
6. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi: (a) mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain; (b) memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling; (c) bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain; dan (d) melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperluan.

Rabu, 15 Juni 2011

HP bikin Remaja Kesulitan untuk Berinteraksi Sosial

*

http://www.boncherry.com/blog/wp-content/uploads/2009/04/bb2.jpgStudi baru menunjukkan, remaja menghabiskan lebih banyak waktu melakukan komunikasi lewat pesan teks, daripada melakukan percakapan secara tatap muka.

Seperti dikutip dari laman Betty Confidential, survei yang dilakukan Pew Reasearch Center menunjukkan, bahwa remaja saat ini jauh lebih mudah dan sering menggunakan jempol, daripada mulut untuk berkomunikasi.

Dari 800 remaja usia 12-17 tahun yang disurvei, hanya 33 persen mengaku berkomunikasi dengan teman-teman mereka secara tatap muka setiap hari. Sedangkan 54 persen remaja lebih sering melakukan percakapan lewat teks. Read the rest of this entry »
-5.450000 105.266667
Tags: bimbingan dan konseling, konseling, konseling center indo

Senin, 13 Juni 2011

Kumpulan Puisi Cinta Romantis 29.03.2010

CINTA YANG AGUNG
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu..
Apabila cinta tidak berhasil
…Bebaskan dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
Tapi..ketika cinta itu mati..
kamu tidak perlu mati bersamanya
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh..
(Kahlil Gibran)
________________________________________

“Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini… pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang”
“Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai… Dan, apa yang kucintai kini… akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai… dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya”
“Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku… sebengis kematian… Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara…, di dalam pikiran malam. Hari ini… aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan… sekecup ciuman”
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…”
“…pabila cinta memanggilmu… ikutilah dia walau jalannya berliku-liku… Dan, pabila sayapnya merangkummu… pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu…”
“…kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang”
“Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta… terus hidup… sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan…”
“Jangan menangis, Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan”

Puisi Chairil Anwar

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
Posted 6:01 AM by camar